Kerak bumi terbagi menjadi lempengan-lempengan, yang terdiri atas lempengan benua yang besar dan yang kecil. Lempengan-lempengan tersebut bergerak perlahan-lahan ke arah permukaan bumi, dan di antara lempengan-lempengan tersebut terdapat retakan-retakan besar di kerak bumi. Lempengan-lempengan tersebut ada yang bergerak saling menjauh dan ada pula yang bergerak saling mendekat dan saling bertabrakan.
Pada wilayah dengan kondisi lempengan yang saling menjauh, timbul bahan lelehan dari dalam bumi melalui retakan-retakan, kemudian menjadi dingin dan membentuk batuan yang disebut basal yang terjadi jauh di bawah lautan. Timbulnya basal akan membentuk gugusan pematang bawah samudra yang biasa disebut pematang tengah samudra.
Pegunungan Himalaya terbentuk oleh penunjaman tamat ukiran antara Lempengan India-Australia yang didorong ke bawah oleh Lempengan Eurasia, yang menimbulkan busur gunung api di Indonesia, parit Sunda dan Jawa serta tanah tinggi Nugini, demikian juga Australia potongan utara yang telah didorong ke arah bawah yang kemudian membentuk Teluk Carpentaria dan Laut Timor serta Laut Arafuru.
Gambar lempeng bumi
Busur gunung-gunung api Indonesia terbentuk karena dikala pinggiran lempengan India-Australia bertabrakan dengan lempengan Eurasia, lempengan tersebut longsor jauh ke dalam bumi, dan temperatur yang sangat tinggi telah melelehkan pinggiran lempengan sehingga menghasilkan magma. Magma ini kemudian muncul melalui retakan-retakan di banyak tempat pada permukaan bumi yang membentuk jajaran gunung api. Gunung-gunung api yang terbentuk dengan cara ini disebut gunung api andesit. Gunung api andesit bersifat simpel meledak dan tak terduga, dan lava yang dikeluarkan membentuk batuan andesit.
Terdapat 80 buah gunung berapi yang masih aktif dari 400 gunung berapi yang ada di Indonesia. Gunung berapi tersebut terbagi menjadi tiga barisan, yaitu:
Sumatra – Jawa – Nusa Tenggara – Laut Banda;
Halmahera dan pulau-pulau di sebelah baratnya;
Sulawesi Utara – Sangihe – Mindanao.
Berikut uraian perihal tiga sistem pokok penyebaran pegunungan yang bertemu di Indonesia.
1. Sistem Sunda
Sistem Sunda dimulai dari Arakan Yoma di Myanmar, sampai ke Kepulauan Banda di Maluku. Panjangnya ± 7.000 km.
Sistem Sunda terdiri atas dua busur, yaitu: busur dalam yang vulkanis dan busur luar yang tidak vulkanis, yang terletak di bawah permukaan laut.
Gambar busur vulkanis
2. Sistem Busur Tepi Asia
Sistem Busur Tepi Asia dimulai dari Kamsyatku melalui Jepang, Filipina, Kalimantan, dan Sulawesi. Setelah sampai Filipina, Busur Tepi Asia terbagi menjadi tiga cabang, yaitu:
- Cabang pertama dimulai dari Pulau Luzon melewati Pulau Palawan dan Kalimantan Utara.
- Cabang kedua dimulai dari Pulau Luzon melewati Pulau Samar, Mindanau, dan Kalimantan Utara.
- Cabang ketiga dimulai dari Pulau Samar, Mindanau, Sangihe, dan Sulawesi.
3. Sistem Sirkum Australia
Sistem Sirkum Australia dimulai dari Selandia Baru melalui Kaledonia Baru ke Irian.
Ketiga sistem pegunungan tersebut bertemu di sekitar Kepulauan Sulu dan Banggai. Indonesia juga merupakan daerah pertemuan rangkaian Sirkum Mediterania dan rangkaian Sirkum Pasifik, dengan proses pembentukan pegunungan yang masih berlangsung sampai dikala ini. Hal inilah yang menimbulkan di Indonesia banyak terjadi gempa bumi.
Pusat gempa di dalam bumi disebut hiposentrum, sedangkan gempa di permukaan bumi di atas hiposentrum disebut episentrum. Daerah di sekitar episentrum merupakan daerah paling besar kerusakannya. Episentrum di Indonesia kebanyakan terdapat di bawah permukaan laut sehingga kerusakan yang terjadi di daratan tidak begitu besar, tetapi bahaya yang lebih besar disebabkan oleh terjadinya tsunami tamat episentrum di tengah laut. Gempa bumi mampu dipetakan berdasarkan pusat gempa dan skala gempanya, tetapi tidak mampu diperkirakan kapan gempa bumi akan terjadi.
Berikut beberapa macam garis pada peta gempa:
Homoseista, ialah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang dilalui gempa pada waktu yang sama.
Isoseista, ialah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang dilalui oleh gempa dengan intensitas yang sama.
Pleistoseista, ialah garis yang mengelilingi daerah yang mengalami kerusakan terhebat tamat gempa bumi. Pleistoseista ini mengelilingi episentrum karena kerusakan yang terhebat di sekitar episentrum. Isoseista yang pertama juga merupakan pleistoseista.
Gempa bumi itu merambat melalui tiga macam getaran, sebagai berikut.
a. Getaran longitudinal (merapat-merenggang)
Getaran berasal dari hiposentrum dan bergerak melalui dalam bumi dengan kecepatan tinggi, ialah 7–14 km per jam. Getaran ini terjadi paling awal dan merupakan getaran pendahuluan yang pertama sehingga disebut getaran primer (P). Getaran ini belum menimbulkan kerusakan.
b. Getaran transversal (naik turun)
Getaran transversal atau naik turun berasal dari hiposentrum dan juga bergerak melalui dalam bumi dengan kecepatan antara 4–7 km per jam. Getaran ini tiba sesudah getaran longitudinal dan merupakan getaran pendahuluan kedua sehingga disebut getaran sekunder (S). Getaran ini juga belum menimbulkan kerusakan.
c. Getaran gelombang panjang
Getaran ini berasal dari episentrum dan bergerak melalui permukaan bumi dengan kecepatan antara 3,8–3,9 km per jam. Getaran ini datangnya paling akhir, tetapi merupakan getaran pokok yang sering menimbulkan kerusakan.
Ada dua macam gempa dilihat dari intensitasnya, yaitu:
- makroseisme, ialah gempa yang mampu diketahui tanpa alat karena intensitasnya yang besar;
- mikroseisme, ialah gempa yang hanya mampu diketahui dengan meng- gunakan alat karena intensitasnya yang kecil sekali.
Ada tiga macam gempa berdasarkan karena terjadinya, ialah sebagai berikut.
a. Gempa runtuhan (terban)
Gempa runtuhan terjadi karena turunnya atau runtuhnya tanah, dan biasa terjadi pada daerah tambang yang berbentuk terowongan, pegunungan kapur, atau lubang. Di dalam pegunungan kapur terdapat gua-gua dan ponor-ponor (luweng) yang terjadi proses karena pelarutan (solusional). Jika atap gua atau lubang itu gugur, timbullah gempa runtuhan meskipun bahaya yang ditimbulkan relatif kecil dan getaran hanya terjadi di sekitar lokasi runtuhan.
b. Gempa vulkanis
Gempa vulkanis terjadi karena efek yang ditimbulkan oleh meletusnya gunung api. Jika gunung api akan meletus, timbullah tekanan gas dari dalam sumbat kawahnya yang menimbulkan terjadinya getaran yang disebut gempa vulkanis. Gempa tersebut hanya terasa di sekitar daerah gunung api yang meletus sehingga bahaya gempa ini juga relatif kecil.
Contoh gempa vulkanis ialah gempa yang disebabkan oleh letusan Gunung Tambora. Gunung Tambora pada tahun 1815 meletus dengan dahsyat sampai menewaskan 92.000 orang. Karena kedahsyatannya tercatat dalam sejarah dunia. Kehebatan letusannya tercatat sekitar 6 juta kali kekuatan bom atom. Gunung ini memiliki garis tengah 60 km pada ketinggian permukaan air laut. Letusan yang mahadahsyat tersebut telah membentuk kawah dengan lebar sekitar 6 km, dan kedalaman 1.110 meter, menyebarkan sekitar 150 km3 debu sampai mencapai jarak sejauh 1.300 km. Jawa Tengah dan Kalimantan dalam jarak sekitar 900 km dari tempat letusan, kejatuhan debu setebal 1 cm. Bongkahan letusan melayang sampai mencapai 44 km. Letusan Gunung Tambora menimbulkan gempa vulkanik yang besar.
c. Gempa tektonik
Gempa tektonik terjadi karena gerak ortogenetik. Daerah yang sering kali mengalami gempa ini ialah daerah pegunungan lipatan muda, ialah daerah Sirkum Mediterania dan rangkaian Sirkum Pasifik. Gempa ini sering menimbulkan perpindahan tanah, sehingga gempa ini disebut gempa dislokasi. Bahaya gempa ini relatif besar karena tanah mampu terjadi pelipatan atau bergeser.
Daerah-daerah yang rawan gempa bumi disebabkan oleh kondisi labil dari suatu daerah karena daerah tersebut dilalui oleh jalur pertemuan lempeng. Daerah itu, antara lain:
Balkan, Iran, India, dan Indonesia yang merupakan Rangkaian Sirkum Mediterania;
Jepang, Filipina, Cile, dan Amerika Tengah yang merupakan Rangkaian Sirkum Pasifik.
perbandingan skala mercalli dan richter
Sumber :
Sulistyanto, Iwan Gatot. 2009. Geografi 1 : Untuk Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional