Kita mempelajari sejarah kehidupan dengan ditemukannya bangunan atau barang barang di kehidupan masa lalu. Segala misteri yang terkandung di dalamnya akan dipelajari sehingga menjadi terperinci untuk apa gunanya bangunan atau benda itu dibuat. Melalui catatan catatan kuno atau dokumen yang ditemukan, para arkeolog berusaha mengungkap takbir penemuannya. Namun ada beberapa inovasi aneh ini yang hingga kini masih belum terkuak, teka teki yang dihadapkan sangat komplek, sehingga menunggu hingga waktu yang akan menjelaskannya, atau memang bangunan dan benda ini memang tercipta untuk menjadi sebuah misteri. Berikut penemuan aneh yang masih menyimpan misteri versi anehdidunia.com
Baigong Pipes
Beberapa waktu lalu, ilmuan dikejutkan dengan inovasi beberapa pipa besi kuno di sekitar Gunung Baigong, Provinsi Qinghai bab barat, China, yang hampir seluruh daerahnya tidak berpenghuni. Selain pipa besi misterius, para peneliti juga mengklaim telah menemukan struktur aneh yang lebih ibarat dengan bentuk piramida tak jauh dari lokasi ditemukannya pipa besi tersebut di erat tepi danau asin Toson. Menurut para peneliti, bangunan yang ibarat piramida tersebut awalnya mempunyai tiga pintu masuk ibarat lubang goa dibagian sisinya, namun dikala ini dua diantaranya sudah hancur dan tidak sanggup diakses lagi lantaran tertutupi oleh reruntuhan. Sedangkan, pintu satunya yang masih tersisa dipakai oleh para peneliti sebagai pintu masuk menuju ke dalam gua. Disana mereka menemukan sisa – sisa potongan pipa logam di dinding dan lantai - lantai gua yang terdiri dari banyak sekali ukuran, mulai yang terbesar berdiameter 1,5 kaki hingga yang terkecil hanya seukuran tusuk gigi.
Beberapa arkeolog yang pernah mengunjungi Gunung Baigong sbelumnya, berspekulasi bahwa pipa tersebut kemungkinan merupakan pipa untuk menyuplai air menuju ke piramida. Teori ini tampaknya didukung juga dengan ditemukannya beberapa pipa - pipa besi di erat tepi danau Toson. Pipa – pipa di danau itu juga mempunyai diameter dan panjang yang berbeda - beda ibarat di dalam gua , beberapa ada yang mencapai di atas permukaan air dan lainnya terkubur didalam tanah. Penasaran dengan inovasi artefak – artefak purbakala ini, Beijing Institute of Geology menganalisa pipa Baigong tersebut menggunaka teknik yang disebut thermoluminescence. Metode ini memungkinkan untuk memilih kapan pipa tersebut terakhir kali mengalami suhu yang sangat tinggi. Hasil analisa mengatakan bahwa pipa tersebut ternyata telah dibentuk semenjak 150.000 tahun yang lalu. Tentu saja temuan ini sangat membingugkan para peneliti, karna pada zaman itu insan sama sekali belum mengenal logam.
Misteri lainnya yang lebih mencengangkan, analisis yang dilakukan pribadi oleh para ilmuan dengan menggunakan teknologi paling canggih itu belum sanggup memilih materi apa yang dipakai untuk membuat pipa misterius tersebut. Meskipun diketahui pipa tersebut terdiri dari oksidasi besi, silikon dioksida dan kalsium oksida, namun 8% juga berisi materi aneh yang belum diketahui. Tidak gampang untuk menjelaskan inovasi yang membingunkan ini. Keberadaan insan di wilayah itu terakhir kali ditelusuri yaitu 30.000 tahun yang lalu, itupun sebagian besar dihuni oleh suku – suku nomaden. Makara sangat mustahil apabila masyarakat primitive ibarat mereka sanggup membuat struktur canggih semacam ini. Sejumlah teori telah dibentuk dalam upaya untuk mencari klarifikasi siapa yang sanggup membangun pipa – pipa secanggih ini dan apa tujuan sesungguhnya pipa itu dibuat. Salah satunya menyebutkan bahwa perabadan insan maju yang sudah terlupakan dikala itu telah membangun kemudahan yang dipakai sebagai alat pendinginan, dan yang tersisa dikala ini hanyalah bekas pipa – pipa aneh yang menuju ke danau.
Namun fakta yang lebih membingungkan lagi ternyata air di danau tersebut yaitu asin. Meskipun ada sumber air tawar di sekitarnya, tidak ada satupun pipa yang mengarah ke sumber air tawar tersebut. Timbullah sebuah pertanyaan lagi, mengapa mereka memerlukan air asin bukannya air tawar? Satu tanggapan yang cukup potensial yaitu elektrolisis. Ketika arus listrik mengalir melalui air asin, maka hal itu akan mengurai air menjadi zat hidrogen dan oksigen. Produk semacam itu pastilah dimiliki oleh setiap pesawat terbang yang beroperasi di zaman modern ibarat dikala ini. Penjelasan – klarifikasi diatas hanyalah merupakan teori atau dugaan – dugaan semata, entah siapa yang membangung pipa misterius tersebut hingga detik ini masih menjadi misteri.
Ollantaytambo
Ollantaytambo merupakan kompleks kuil besar, berlokasi di Lembah Sakral Inca di erat Cuzco, di wilayah selatan Sierra di Peru. Batu-batu megalitik yang ditemukan di sana merupakan salah satu yang terbesar di planet bumi, beberapa di antaranya mempunyai berat hingga seratus ton. Bagaimana insan purbakala sanggup mendirikan bangunan luar biasa ibarat itu masih menjadi misteri besar di antara para andal yang tidak sanggup menjelaskan teknik konstruksi bangunan yang dipakai dalam proses pembangunan. Terletak di dataran tinggi berketinggian 9.160 kaki (2.792 meter) di atas permukaan laut, Ollantaytambo benar-benar merupakan keajaiban teknik bangunan purbakala.
Belum ada satu pun yang sanggup menjawab bagaimana insan purbakala sanggup menggali, memindahkan dan menempatkan balok-balok kerikil megalitik ini ke posisinya. Namun, banyak andal beropini kita mungkin sedang menyaksikan hasil karya teknologi canggih yang sudah “hilang” yang dipakai oleh peradaban purbakala itu ribuan tahun lalu. Di antara ciri-ciri paling mengagumkan, kita mendapati bentuk tepian sudut yang sempurna, potongan presisi yang mengingatkan kita akan peralatan laser modern, dan kesesuaian yang begitu tepat di antara batu-batu yang tersusun rapi menjadi satu dengan cara sedemikian hingga bahkan selembar kertas pun tidak sanggup disisipkan masuk ke antara celah-celahnya. Semua ciri-ciri ini menandakan matematika dan geometri tingkat tinggi.
Namun, Ollantaytambo bukanlah satu-satunya situs purbakala di Amerika Selatan dimana kita sanggup melihat keahlian bangunan kerikil (masonry) purbakala. Menariknya, ciri-ciri yang sama didapati juga di Puma Punku. Sama ibarat situs-situs arkeologi purbakala lain di wilayah tersebut, Puma Punku menandakan kecanggihan insan purbakala ribuan tahun lalu. Mungkinkah penduduk Peru, Bolivia dan Mesir purbakala mempunyai pengetahuan canggih dan teknologi yang memungkinkan mereka mendirikan situs-situs purbakala paling mengagumkan di planet ini? Menurut banyak peneliti, jawabannya adalah, “Ya.” Dan banyaknya gambar-gambar dan video-video dari situs-situs ini dan wilayah sekelilingnya merupakan bukti tak terbantahkan bahwa ribuan tahun lalu, peradaban purbakala mempunyai pengetahuan dan peralatan superior yang memungkinkan mereka mendirikan situs-situs purbakala paling mengagumkan di planet bumi ini.
Salah satu bukti kecanggihan teknologi purbakala ini yaitu lubang-lubang bor yang sangat presisi di dalam batuan andesit yang ditemukan di banyak situs. Bagaimana insan purbakala sanggup mengebor lubang yang nyaris tepat ke dalam salah satu jenis batuan paling keras di planet ini? Apakah mereka melakukannya dengan menggunakan alat-alat primitif, ibarat tongkat kayu dan kerikil ibarat diperkirakan beberapa orang? Alternatifnya, mungkinkah di suatu saat, insan purbakala mempunyai susukan kepada teknologi canggih yang memungkinkan mereka membuat bangunan-bangunan dan monumen-monumen yang luar biasa ini?
Dengan melihat gambar-gambar dari Puma Punku, Anda sanggup memperhatikan kesempurnaan yang mencengangkan, Anda akan melihat keagungan di setiap konstruksi di Puma Punku, tapi yang paling menonjol, Anda akan melihat pola-pola misterius yang sanggup menjelaskan bagaimana insan purbakala sanggup mencapai semuanya ini ribuan tahun yang lalu. Menariknya, jikalau kita menjelajah separuh belahan dunia ke Mesir, kita akan melihat banyak bangunan purbakala sangatlah ibarat dengan yang ditemukan di Puma Punku, Tiahuanaco, dan situs-situs di sekelilingnya. Misteri terbesarnya yaitu bagaimana insan purbakala zaman itu mencapai kemajuan teknologi ibarat ini ribuan tahun lalu. Apakah ini bukti-bukti adanya teknologi canggih di zaman purbakala?
Easter Island
Pulau Paskah (bahasa Polinesia: Rapa Nui, bahasa Spanyol: Isla de Pascua) yaitu sebuah pulau milik Chili yang terletak di selatan Samudra Pasifik. Walaupun jaraknya 3.515 km sebelah barat Chili Daratan, secara administratif ia termasuk dalam Provinsi Valparaiso. Pulau Paskah berbentuk ibarat segitiga. Daratan terdekat yang berpenghuni ialah Pulau Pitcairn yang jaraknya 2.075 km sebelah barat. Luas Pulau Paskah sebesar 163,6 km². Menurut sensus 2002, populasinya berjumlah 3.791 jiwa yang mayoritasnya menetap di ibukota Hanga Roa. Pulau ini terkenal dengan banyaknya patung-patung (moai), patung berusia 400 tahun yang dipahat dari kerikil yang kini terletak di sepanjang garis pantai. Hingga kini patung-patung kerikil dan Pulau Paskah tetap menjadi misteri. Banyak versi yang mencoba memaparkan bagaimana dan apa yang terjadi di Pulau Paskah. Namun hal itu tetap menjadi kontroversi. Masalahnya adalah, belum ditemukan bangsa mana yang membuat patung tersebut (dugaanya sementara - mungkin orang Polinesia). Soalnya pas ditemukan oleh bangsa Eropa, pulau itu sudah kosong. Entah lantaran penghuninya sudah pindah atau habis lantaran berperang sendiri.
Patung-patung kerikil yang terdiri dari sedikitnya 3 varian itu diduga berkaitan erat dengan ritual pemujaan suku-suku yang mendiami Pulau Paskah. Masing-masing suku punya puluhan arca sendiri dengan ukuran yang begitu besar. Setiap kali terjadi perang antar suku, patung tersebut akan ikut menjadi target penghancuran. Berdasarkan penelitian, patung kerikil itu dibentuk oleh penduduk lokal dari dinding kerikil yang terdapat di gunung-gunung berapi yang beradadi Pulau Paskah. Sedikitnya ada empat gunung di Pulau Paskah. Karena Pulau Paskah sendiri yaitu pulau vulkano. Dikawah gunung api utama yang disebut Rano Raraku, masih terlihat jejak-jejak pembuatan patung. Disana ditemukan patung-patung yang terpahat di dinding kerikil gunung. Di sekitarnya tersebar 400-an patung yang belum selesai, hampir selesai, dan sudah selesai namun belum dipindahkan.
Patung-patung besar dari batu, atau moai, yang menjadi simbol Pulau Paskah dipahat pada masa yang lebih dahulu dari yang diperkirakan. Arkeologis kini memperkirakan pemahatan tersebut berlangsung antara 1600 dan 1730, patung yang terakhir dipahat ketika Jakob Roggeveen menemukan pulau ini. Terdapat lebih dari 600 patung kerikil monolitis besar (moai). Walaupun bab yang sering terlihat hanyalah "kepala", moai sesungguhnya mempunyai batang tubuh yang lengkap; namun banyak moai yang telah tertimbun hingga lehernya. Kebanyakan dipahat dari kerikil di Rano Raraku. Tambang di sana tampaknya telah ditinggalkan dengan tiba-tiba, dengan patung-patung setengah jadi yang ditinggalkan di batu. Teori terkenal menyatakan bahwa moai tersebut dipahat oleh penduduk Polinesia (Rapanui) pada dikala pulau ini kebanyakan berupa pepohonan dan sumber alam masih banyak yang menopang populasi 10.000-15.000 penduduk orisinil Rapanui. Mayoritas moai masih berdiri tegak ketika Roggeveen tiba pada 1722. Kapten James Cook juga melihat banyak moai yang berdiri ketika ia mendarat di pulau pada 1774. Hingga kurun ke-19, seluruh patung telah tumbang akhir peperangan internecine.
Patung Moai itu dipahat dari kerikil yang berasal dari Rano Raraku, gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi di pulau tersebut. Lalu bagaimana batu-batu raksasa seberat 14 hingga 80 ton ini dipindahkan dari gunung ke beberapa daerah “Ahu” yang tersebar di pulau tersebut, masih merupakan sebuah teka-teki yang belum terpecahkan. Menurut cerita penduduk setempat, nenek moyang mereka menggunakan “Manna” atau kekuatan supernatural untuk memerintahkan para “Maoi” itu berjalan sendiri ke atas podium batu. Ada beberapa teori lainnya yang berusaha memecahkan misteri artifak ini. Beberapa diantaranya percaya bahwa pulau ini yaitu ujung dari daratan yang ada pada peradaban prasejarah (bagian dari peradaban Mu/Lemuria), sedangkan yang lainnya berspekulasi adanya keterlibatan kehidupan luar planet. Spekulasi mengenai campur tangan kehidupan luar memang cukup sanggup diterima, alasannya yaitu berat patung tersebut tidak kurang dari 12,5 ton dan jumlah mencapai lebih dari 880 buah. Proyek pemindahan patung ini sama ibarat proyek pemindahan batu-batu raksasa pada Stonehenge dan Piramid.
Ada banyak sekali lembaran (tablet) yang ditemukan di pulau yang berisikan goresan pena misterius. Tulisan, yang dikenal dengan Rongorongo, belum sanggup diuraikan walaupun banyak sekali generasi andal bahasa telah berusaha. Seorang sarjana Hongaria, Wilhelm atau Guillaume de Hevesy, pada 1932 menarik perhatian ihwal kesamaan antara beberapa abjad rongorongo Pulau Paskah dan goresan pena pra-sejarah Lembah Indus di India, yang menghubungkan lusinan (sedkitnya 40) rongorongo dengan tanda cap dari Mohenjo-daro. Hubungan ini telah diterbitkan kembali di banyak sekali buku. Arti rongorongo kemungkinan ialah damai-damai, dan tulisannya mungkin mencatat dokumen perjanjian damai, contohnya antara yang bertelinga panjang dan penguasa bertelinga pendek. Namun, klarifikasi tersebut masih dalam perdebatan. Meski adakala suatu fakta yang hadir di hadapan kita sanggup ditafsirkan dengan banyak cara, pada hasilnya klarifikasi yang berlaku umum, sederhana, dan tidak bertentangan dengan fakta-fakta lain yang ada, itulah yang akan dipilih sebagai jawaban. Walau klaim Paleocontact Theory belum tentu benar adanya, kita tetap harus bersikap terbuka dengan segala macam kemungkinan solusi. Bagaimana pun, sejarah masa kemudian insan sendiri memang masih menyimpan banyak misteri.
referensi